UN Diwarnai Kerusuhan

Pagi ini saya melihat berita di Metro TV tentang rusuh di SMU 2 Jember. Kerusuhan terjadi setelah ujian nasional mata pelajaran Bahasa Inggris berlangsung. Ada yang bilang ini terjadi karena guru pengawas yang terlalu ketat menjaga ujian. Ada juga yang bilang ini terjadi akibat luapan kekesalan siswa yang merasa soal ujian terlalu sulit. Apapun alasannya tindakan kekerasan, perusakan gedung sekolah bukan sesuatu yang bisa dibenarkan. Jaman memang sudah berubah, siswa/i bisa marah-marah dan rusuh karena menganggap ujian terlalu sulit. Siapa yang salah dalam kasus ini? Ibu Sri (pengawas ujian di sana) yang katanya terlalu “berlebihan” dalam mengawasi ujian, atau Depdiknas yang salah karena membuat soal yang terlalu sulit, atau siswa/i nya sendiri yang salah karena tidak mempersiapkan diri dengan baik?

Saya pribadi lebih senang memilih kelompok ketiga sebagai kelompok yang salah karena beberapa alasan berikut.

  1. Sebagai pengawas, sudah hak seorang guru untuk bertindak tegas. Wajar saja jika ada peserta ujian yang dibentak karena menoleh kiri kanan. Justru saya meragukan kualitas kerja seorang guru pengawas yang berleha-leha saat menjaga ujian.
  2. Tidak pantas rasanya seseorang/sekelompok siswa mengamuk hanya karena tidak bisa mengerjakan soal. Tidakkah kalian mengenal teknologi yang namanya “cermin”?
  3. Depdiknas juga tidak bisa terlalu dipersalahkan. Menurut ketua Badan Standarisasi Ujian Nasional, soal-soal ujian telah diuji kelayakannya dan telah disosialisasikan dengan banyak sekolah di daerah untuk mengetahui tingkat kelayakan (tingkat “kemudahan”) soal untuk level SMA.

Okelah kalau memang Depdiknas dianggap tidak adil dengan membuat soal berstandar tinggi yang mungkin hanya cocok untuk sekolah di perkotaan. Tapi tindak perusakan dan kekerasan apa itu? Sejak kapan dibenarkan? Masih untung semua siswa yang ikut kerusuhan tidak langsung didiskualifikasi oleh Depdiknas karena dianggap melecehkan pendidikan nasional.

Pernyataan yang menarik dari Ketua Badan Standarisasi Ujian Nasional, bangsa Indonesia tidak bisa menerima kekalahan, tidak punya budaya kalah. Lihat tim sepakbola idola kalah rusuh, kalah Pilkada langsung gelar pendukung untuk rusuh, lihat ujian tidak bisa lagi-lagi juga rusuh. Bagus kalau orang kejar target, menjadikan kemenangan sebagai tujuan utama setiap langkahnya. Tapi orang yang berjiwa besar adalah orang yang mampu tersenyum saat menerima kekalahan. Menjadikan kekalahan sebagai sarana instrospeksi, sarana mengevaluasi diri mengapa saya kalah, apa yang kurang, apa yang harusnya saya perbaiki kembali.

Jadi saya menganggap tindak kekerasan dan perusakan yang dilakukan siswa SMA adalah hal yang sangat perlu ditindaklanjuti secara hukum. Bibit yang akan berpotensi merusak jika dibiarkan.

4 thoughts on “UN Diwarnai Kerusuhan

  1. iya yah.. sedih banget yah mendengarnya…

    biasanya gua akan berkomentar “dodol” (tanda kebodohan orang yang gua komentarin), tapi untuk yang ini gua komentar: “sedih banget yah…”

  2. Budaya mencari kambing hitam kok terus dipertahankan….
    kasihan donk kambingnya…

    Itu budaya yang tidak boleh dipertahankan, kalau tidak bisa ya akui sajalah, jangan malah mengamuk…

    Sudah tidak bisa, marah-marah lagi…

  3. Kalo saya Pikir, UN bikin repot!! Membebani!! Kelulusan???????? Kenapa g’ dikembaliin ke sekolahnya masing2 saja sich!! Toh sekolah yg bersangkutan lebih tau keadaan siswa didiknya!! Masa orang yang kesehariannya rajin belajar “I learn from the best!!” (halah jiga judul lagu…) malah ngga lulus?!! bukannya ada beberapa faktor yg menyebkan mereka g lulus?!!kalo kertas ujiannya kotor kena tetesan ingus yang keluar gara2 belajar untuk UN, gimana??? apa orang itu pantas g’ lulus!! kalo mau cari duit!! ya mbok bikin ujian diluar sekolah aja..dengan tujuan berbeda lah!! G perlu di bikin ribet!!

  4. @ cyntha : terima kasih sudah mampir ke blog saya. Silakan saja Anda berpendapat demikian šŸ˜€ . Memang banyak faktor yang menentukan kelulusan, salah satunya kalau ingus jatuh ke kertas ujian seperti apa kata Anda. Tapi menurut saya tetap saja ujian nasional itu penting kalau mau meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kalau memang mereka mampu, cerdas, berprestasi kok banyak yang tidak lulus? Masa sih semua yang pintar saat ujian ingusnya jatuh ke kertas ujian šŸ˜€ Berapa banyak sih siswa/i yang pilek saat ujian?he..he..he…kok jadi ngomongin ingus.

Leave a reply to sahathutajulubo Cancel reply